Makalah Partisipasi Politik di Indonesia
BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Istilah
“sosiologi” dicuatkan oleh Auguste Comte (1768-1857), salah seorang pendiri
disiplin ilmu ini. Secara sederhana “sosiologi” berarti studi mengenai
masyarakat, tetapi dalam prakteknya “sosiologi” berarti studi mengenai
masyarakat dipandang dari satu segi tertentu. Baik Comte maupun Herbert Spencer
(1820-1903) seorang pendiri lainnya, menekankan masyarakat sebagai unit dasar
dari analisa sosiologis, sedang bermacam-macam pelembagaan (seperti keluarga
dan lembaga-lembaga politik, ekonomi dan keagamaan) dan interelasi antara
lembaga-lembaga itu merupakan sub unit dari analisa. Maka dalam ikhtiar untuk
memberikan penekanan pada konteks kemasyarakatan, para sosiolog modern dengan berbagai
cara dalam mendefinisikan sosiologi sebagai suatu “ilmu pengetahuan yang
membahas kelompok-kelompok sosial” “studi mengenai interaksi-interaksi manusia
dan interelasinya”. Karena itu pusat perhatian sosiologi ialah tingkah laku
manusia, namun tidak terkonsentrasikan pada tingkah laku individual dan tingkah
laku kolektifnya karena hal itu dianggap sebagai bidang psikiatri dan
psikologi. Apa yang menjadi pusat perhatian sosiologi adalah tingkah laku
manusia baik yang individual maupun yang kolektif, namun lebih banyak segi
kolektifnnya dan relasinya dengan masyarakat. Dengan demikian sosiologi
merupakan studi mengenai tingkah laku manusia dalam konteks sosial.
Kajian dari
sosiologi politik adalah tingkah laku masyarakat secara individu maupun secara
kolektif dalam berpolitik. Partisipasi politik adalah bagian penting dalam
kehidupan politik suatu negara, terutama bagi negara yang menyebut dirinya
sebagai negara demokrasi, partisipasi politik merupakan salah satu indikator
utama. Artinya, suatu negara baru bisa disebut sebagai negara demokrasi jika
pemerintah yang berkuasa memberi kesempatan yang seluas-luasnya kepada warga
negara untuk berpartisipasi dalam kegiatan politik sebaliknya, warga negara
yang bersangkutan juga harus memperlihatkan tingkat partisipasi politik yang
cukup tinggi. Jika tidak, maka kadar kedemokratisan negara tersebut masih
diragukan. Masalah partisipasi politik bukan hanya menyangkut watak atau sifat
dari pemerintahan negara, melainkan lebih berkaitan dengan sifat dan karakter
masyarakat suatu negara dan pengaruh yang ditimbulkannya. Oleh karena itu,
partisipasi politik menjadi kajian penting dalam sosiologi politik, disamping
juga menjadi kajian ilmu politik. Dalam pembahasan ini partisipasi politik
menjadi topik inti yang harus dipelajari dengan sungguh-sungguh.
Atas dasar
pemikiran tersebut, kelompok kami memberi judul makalah ini “PARTISIPASI
POLITIK”.
- Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah
dari makalah ini adalah:
1. Apa pengertian dari partisipasi politik?
2. Bagaimana tipologi dari partisipasi politik?
3. Bagaimana bentuk dan hierarki dari partisipasi politik?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Partisipasi politik
Sebelum mendefinisikan partisipasi politik secara
komprehensif, terlebih dahulu mendefinisikan secara kosa kata. Ada dua kosa
kata yaitu partisipasi dan politik. Partisipasi adalah perihal turut berperan
serta dalam suatu kegiatan; keikutsertaan; peran serta, Miriam Budiardjo
mengatakan bahwa Politik adalah usaha menggapai kehidupan yang baik. Politik
sangat erat kaitannya dengan masalah kekuasaan, pengambilan keputusan,
kebijakan publik dan alokasi atau distribusi.
Sebagai definisi umum dapat dikatakan bahwa partisipasi
politik adalah kegiatan seseorang atau kelompok orang untuk ikut serta secara
aktif dalam kehidupan politik, antara lain dengan jalan memilih pimpinan Negara
dan, secara lagsung atau tidak langsung, memengaruhi kebijakan pemerintah
(public policy).[1]
Kegiatan ini mencakup kegiatan seperti memberikan suara dalam pemilihan umum,
menghadiri rapat umum, mengadakan hubungan (contacting) atau lobbying
dengan pejabat pemerintah atau anggota parlemen, menjadi anggota partai atau
salah satu gerakan sosial dengan direct action, dan sebagainya.
Dalam buku Dasar-Dasar Ilmu Politik (Miriam Budiardjo, 2007)
disebutkan pula pengertian partisipasi politik menurut beberapa tokoh.
Herbert McClosky seorang tokoh masalah partisipasi
berpendapat:
Partisipasi politik adalah kegiatan-kegiatan sukarela dari
warga masyarakat melalui mana mereka mengambil bagian dalam proses pemilihan
penguasa, dan secara langsung atau tidak langsung, dalam proses pembentukan
kebijakan umum. (The term political participation will refer to those
voluntary activities by which members of a society share in the selection of
rulers and, directly or indirectly, in the formation of public policy).
Dalam hubungan dengan Negara-negara
baru Samuel P. Huntington dan Joan M. Nelson dalam No Easy Choice: Political
Participation in Developing Countries member tafsiran yang lebih luas
dengan memasukan secara eksplisit tindakan illegal dan kekerasan.
Partisipasi politik adalah kegiatan
warga yang bertindak sebagai pribadi-pribadi, yang dimaksud untuk memengaruhi
pembuatan keputusan oleh pemerintah. Partisipasi bisa bersifat individual atau
kolektif, terorganisir atau spontan, mantap atau sporadis, secara damai atau
dengan kekerasan, legal atau illegal, efektif atau tidak efektif. (By
political participation we mean activity by private citizens designed to
influence government decision making. Participation may be individual or
collective, organized or spontaneous, sustained or sporadic, peaceful or
violent, legal or illegal, effective or in effective).
Di Negara- Negara demokrasi konsep
partisipasi politik bertolak dari paham bahwa kedaulatan ada di tangan rakyat,
yang dilaksanakan melalui kegiatan bersama untuk menetapkan tujuan-tujuan serta
masa depan masyarakat itu dan untuk menentukan orang-orang yang akan memegang
tampuk pimpinan. Jadi, partisipasi politik merupakan
pengejawantahan dari penyelenggaraan kekuasaan politik yang abash oleh rakyat.
Samuel P.
Huntington dan Joan M. Nelson, Partisipasi politik adalah kegiatan warga preman
(private citizen) yang bertujuan memengaruhi pengambilan kebijakan oleh
pemerintahan.
Michael Rush
Philip Althoff, partisipasi politik adalah keterlibatan individu sampai
macam-macam tingkatan di dalam sistem politik.
Kevin R.
Hardwic, partisipasi politik memberi perhatian cara-cara warga negara berupaya
menyampaikan kepentingan-kepentingan mereka terhadap pejabat-pejabat publik
agar mampu mewujudkan kepentingan-kepentingan tersebut.
Ramlan Surbakti
partisipasi politik adalah keikut sertaan warga negara biasa dalam menentukan
segala keputusan menyangkut atau memengaruhi hidupnya. Sesuai dengan istilah
partisipasi (politik) berarti keikutsertaan warga negara biasa (yang tidak
mempunyai kewenangan) dalam memengaruhi proses pembuatan dan pelaksanaan
keputusan politik.
Partisipasi
politik adalah bagian penting dalam kehidupan politik semua negara, terutama
bagi negara yang mmenyebut dirinya sebagai negara demokrasi, partisipasi
politik merupakan salah satu indikator utama. Artinya, suatu negara baru bisa
disebut sebagai negara demokrasi jika pemerintah yang berkuasa memberi
kesempatan yang seluas-luasnya kepada warga negara untuk berpartisipasi dalam kegiatan
politik, sebaliknya warga negara yang bersangkutan juga harus memperlihatkan
tingkat partisipasi politik yang cukup tinnggi. Jika tidak, maka kadar
kedemokratisan negara tersebut masih diragukan
Masalah
partisipasi politik bukan hanya menyangkut watak atau sifat dari pemerintahan
negara, melainkan sifat, watak atau karakter masyarakat suatu negara dan
berpengaruh yang ditimbulkannya. Oleh karena itu, partisipasi politik menjadi
kajian penting dalam sosiologi politik, disamping juga menjadi kajian ilmu
politik.
B. Tipologi dan Model Partisipasi Politik
Dari sisi
tipologi, partisipasi politik dapat dibedakan menjadi partisipasi aktif dan
partisipasi pasif. Yang termasuk kedalam partisipasi aktif: mengajukan usul
mengenai suatu kebijakan umum yang berlainan dengan kebijakan yanng dibuat
pemerintah, mengajukan kritik dan perbaikan untuk meluruskan kebijakan,
membayar pajak, dan memilih pemimpin pemerintahan. Sebaliknya, kegiatan yang
termasuk dalam kategori partisipasi pasif berupa kegiatan yang mentaati
pemerintah, menerima, dan melaksanakan saja setiap keputusan politik.
Partisipasi politik aktif menunjukan kegiatan yang berorientasi pada proses
infut dan output politik, sedangkan partisipasi politik pasif merupakan
kegiatan yang berorientasi pada proses output. Disamping itu, terdapat sejumlah
anggota masyarakat yang tidak termasuk dalam kategori partisipasi politik aktif
maupun partisipasi politik pasif. Kelompok ini muncul didasarkan pada
pandangan mereka yang menganggap masyarakat dan sistem politik yang ada
telah menyimpang dari apa yang mereka cita-citakan. Mereka disebut sebagai
kelompok apatis dan golongan putih (golput).
Tipologi
partisipasi politik dapat pula didasarkan pada jumlah pelaku, yaitu individual
dan kolektif. Partisipasi politik individual ialah kegiatan warga negara secara
perseorangan terlibat dalam kehidupan politik. Adapun yang dimaksud
partisipasi politik kolektif adalah kegiatan warga negara secara serentak untuk
memengaruhi penguasa seperti kegiatan dalam pemilihan umum. Selanjutnya,
partisipasi kolektif dibedakan menjadi dua, yaitu partisifasi kolektif
nonkonvensional (agresif), seperti pemogokan yang sah, pembangkangan warga
negara (civil disobedience), pemikiran pembangunan umum, dan huru-hara.
Partisipasi politik kolektif secara agresif dibedakan menjadi dua, yaitu aksi
yang kuat ddan aksi yang lemah, kedua aksi ini tidak menunjukan sifat yang baik
atau buruk. Kegiatan politik dapat dikategorikan kuat, menurut Douglas A.
Hibbs, apabila memenuhi tiga kondisiberikut: bersifat anti rezim dalam arti
melanggara peraturan mengenai partisipasi politik yang normal (melanggar
hukum), menggangu fungsi pemerintahan, dan merupakan kegiatan kelompok yang
dilakukan oleh nonelit. Ini artinya aksi protes yang dibenarkan oleh hukum tidak
termasuk dalam kategori partisipasi politik agresif, apalagi partisipasi
politik yang kuat secara agresif.
Berbicara
partisipasi politik dari sisi model. Dari sisi ini, partisipasi politik apabila
didasarkan pada faktor kesadaran politik dan kepercayaan kepada pemerintah
(sistem politik), dapat dibedakan menjadi empat model.
- Apabila seseorang memiliki kesadaran politik dan kepercayaan pada pemerintah yang tinggi, partisipasi politik cenderung aktif.
- Apabila kesadaran politik dan kepercayaan kepada pemerintah rendah, partisipasi politik cenderung pasif tertekan (apatis).
- Apabila kesadaran politik tinggi tetapi kepercayaan terhadap pemerintah rendah, partisipasi politik cenderung militan-radikal.
- Apabila kesadaran politik sangat rendah tetapi kepercayaan terhadap pemirintah sangat tinggi, partisipasi politik cenderung tidak akti (pasif).
Baik faktor kesadaran politik maupun faktor kepercayaan kepada pemerintah bukan
merupakan variabel atau faktor-faktor yang berdiri sendiri (variabel indevenden).
Dengan kata lain, tinggi rendah keduanya faktor itu dipengaruhi faktor lain,
seperti status sosial dan status ekonomi, afiliasi politik orang tua, dan
pengalaman berorganisasi. Adapun hubungan faktor tersebut dapat digambarkan
sebagai berikut. Setatus sosial dan status ekonomi, afiliasi politik orang tua,
dan pengalaman berorganisasi dikategorikan sebagai variabel pengaruh atau
variabel independen. Kesadaran politik dan kepercayaan terhadap pemerintah
dikategorikan sebagai variabel antara atau intevening variables, kemudian,
partisipasi politik dikategorikan sebagai variabel terpengaruh atau variabel
dependen.
C.
Bentuk dan Hierarki Partisipasi politik
Bentuk dan hierarki partisipasi politik itu sendiri dalam kerangka konsep Rush
dan Althoff, secara berturut-turut adalah:
- Voting (pemberian suara),
- Ikut serta dalam diskusi politik informal minat umum dalam politik,
- Partisipasi dalam rapat umum,
- Keanggotaan pasif suatu organisasi semu politik (quasi political),
- Keanggotaan aktif suatu organisasi semu politik (quasi political),
- Keanggotaan pasif suatu organisasi politik,
- Keanggotaan aktif suatu organisasi politik,
- Mencari jabatan politik atau administrasi,
- Menduduki jabatan politik atau administrasi.
Untuk
menganalisis tingkatan-tingkatan yang berpartisipasi politik, Samuel P.
Huntington dan Joan M. Nelson mengajukan dua kriteria penjelas:
·
Dilihat dari dua lingkup atau proporsi
dari suatu kategori warga negara yang melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan
partisipasi politik.
·
Intensitas, ukuran, jangka waktu, dan
arti penting dari kegiatan khusus itu bagi sistem politik.
Hubungan antara
kedua kriteria ini cenderung diwujudkan dalam hubungan “berbanding
terbalik”. Lingkup partisipasi politik yang besar biasanya terjadi dalam
intensitas yang kecil atau rendah, misalnya partisipasi dalam pemilihan umum.
Sebaliknya, jika lingkup partisipasi politik rendah atau kecil, intensitasnya
semakin tinggi, misalnya kegiatan para aktivis partai politik, pejabat partai
politik, kelompok penekan. Jadi, terjadi hubungan, “semakin luas ruang lingkup
partisipasi politik semakin rendah atau kecil intensitasnya. Sebaliknya,
semakin kecil ruang lingkup partisipasi politik, maka intensitasnya semakin
tinggi”.
Merangkum
berbagai bentuk partisipasi politik, Huntington dan Nelson (1994)
mengklasifikasikan, partisipasi politik dalam empat bentuk, menurutnya dari
berbagai studi mengenai partisipasi politik menggunakan berbagai klasifikasi
yang berbeda-beda. akan tetapi, riset yang kebanyakan dilakukan sekarang
membedakan jenis-jenis perilaku dalam empat jenis berikut.
a. Kegiatan pemilihan yang mencakup pemberian suara,
memberikan sumbangan untuk kampanye, bekerja dalam kegiatan pemilihan, mencari
dukungan bagi seorang calon, atau setiap tindakan yang bertujuan mempengaruhi
hasil pemilihan.
b. Lobbying yang mencakup upaya-upaya, baik perorang maupun
kelompok untuk melindungi pejabat-pejabat pemerintahan atau pimpinan-pimpinan
politik dengan maksud mempengaruhi keputusan-keputusan yang akan diambil.
c. Kegiatan organisasi, menyangkut kegiatan-kegiatan sebagai
anggota atau pejabat suatu organisasi yang tujuan utamanya mempengaruhi
pengambilan keputusan pemerintah.
d. Mencari koneksi, yaitu tindakan perorangan yang
ditunjukan terhadap pejabat-pejabat pemerintahan dan biasanya dengan maksud
memperoleh manfaat baik hanya seoorang atau beberapa orang.
Bila dilihat
dari jumlah pelaku, partisipasi politik dapat dibedakan menjadi berikut:
a. Partisipasi individual, yaitu partisipasi yang dilakukan
oleh orang perorang secara individual, misalnya menulis surat yang berisi tuntutan
atau keluhan kepada pemerintah.
b. Partisipasi kolektif, yakni kegiatan politik yang
dilakukan oleh sejumlah warga negara secara serentak yang dimaksudkan untuk
mempengaruhi penguasa. Partisipasi kolektif ini di bagi lagi menjadi dua, yaitu
konvensional dan non-konvensional.
Tur Wahyudin
(2008), membagi bentuk partisipasi politik berdasarkan tipe masyarakatnya
seperti berikut ini:
a. Masyarakat Primitif, dalam masyarakat primitif, kehidupan
politik cenderung erat terintegrasi dengan kegiatan masyarakat pada umumnya.
Oleh sebab itu, partisipasi politik pada masyarakat ini cenderung tinggi dan
mungkin sulit untuk membedakannya dari kegiatan yang lain.
b. Masyarakat Berkembang, dalam masyarakat berkembang,
karena adanya kombinasi dari institusi dan pengaruh modern dan tradisional,
partisipasi umumnya dibatasi oleh faktor-faktor seperti tingkatan melek huruf
dan masalah umum. Oleh karenanya, partisipasi dalam masyarakat ini dalam
beberapa bentuk cenderung sangat tinggi, dan yang lainnya cenderung sangat
rendah.
c. Masyarakat Totaliter, salah satu karakteristik paling
penting dari masyarakat totaliter adalah bahwa mereka berusaha mengontrol
partisipasi dalam proses politik pada semua tingkatan.
http://rodlial.blogspot.co.id/2014/02/makalah-partisipasi-politik-di-indonesia.html
No comments:
Post a Comment